Kasus bullying atau penindasan yang terjadi di sekolah pada anak-anak kian memprihatinkan.
Data dari Unicef menunjukkan, jika 50 persen anak melaporkan mengalami bullying di sekolah. Sementara itu, artikel Psychology Today tahun 2015, melaporkan bahwa jika kasus bully mengalami peningkatan yang signifikan.
Kondisi yang demikian, pastinya membuat orangtua khawatir. Sebab, orangtua mana yang rela buah hatinya diperlakukan kasar dan tidak dihargai oleh orang lain.
Oleh karena itu, sekarang sebaiknya orangtua cari tahu lebih detil tentang bagaimana mendeteksi anak yang dapat menjadi koban atau pelaku bully.
Psikolog Liza Marielly Djaprie, dalam acara peluncuran kampanye Coca Cola Rayakan Namamu yang berlangsung di kantor Ogilvy, Jakarta, Rabu (13/1/2015) menjelaskan bahwa pelaku bully biasanya mengincar korban dengan ciri tertentu, yakni anak yang tak memiliki teman, terisolasi atau sering menyendiri, seringkali minder, dan tak banyak perlawanan.
Lalu, si anak yang pelaku bully biasanya memiliki masalah psikologis, misalnya masalah di keluarga yang membuat anak stres, dan mereka mengalihkannya dengan melakukan kekerasan di sekolah pada teman-temannya.
Persamaan baik dari pelaku maupun korban bully adalah sama-sama tak memiliki konsep diri yang kuat.
Konsep diri adalah cara seseorang memandang dirinya sendiri, misalnya potensi, kemampuan, dan posisi di masyarakat.
"Ini semua terbentuk sedari kecil dari orangtua. Ada yang menyebutkan ucapan orang tua seperti doa. Jadi, berdoa yang baik-baik untuk anak. Konsep diri terbentuk dari peran atau sumbangan anak terhadap masyarakat,"ujar Liza
Baca
Juga Artikel Ini :
-------------------------
Sumber : kompas female
Posting Komentar